Selamat datang di web saya, atas milik Arya Gusti S.

Kamis, 30 Januari 2025

USE CASE DIAGRAM XI RPL 1 05

 USE CASE DIAGRAM

Use case diagram adalah alat visual yang digunakan untuk menggambarkan interaksi antara pengguna (aktor) dengan sistem. Diagram ini menunjukkan apa yang dapat dilakukan pengguna dengan sistem, tanpa menjelaskan detail bagaimana sistemInternalName bekerja.

Komponen Use Case Diagram

  1. Aktor: Pengguna atau entitas lain yang berinteraksi dengan sistem. Aktor dapat berupa manusia, sistem lain, atau perangkat eksternal.

  2. Use Case: Tindakan atau fungsi tertentu yang dapat dilakukan oleh aktor pada sistem. Use case menggambarkan tujuan interaksi antara aktor dan sistem.

  3. Sistem: Batasan sistem yang sedang dimodelkan. Sistem dapat berupa aplikasi perangkat lunak, situs web, atau bahkan proses bisnis.

  4. Relasi: Hubungan antara aktor dan use case. Relasi menunjukkan bagaimana aktor berinteraksi dengan use case.

Simbol Use Case Diagram

  • Aktor: Biasanya digambarkan dengan simbol orang-orangan.
  • Use Case: Biasanya digambarkan dengan simbol elips.
  • Sistem: Biasanya digambarkan dengan simbol persegi panjang.
  • Relasi: Biasanya digambarkan dengan garis yang menghubungkan aktor dan use case.

Manfaat Use Case Diagram

  • Membantu memahami kebutuhan pengguna dan bagaimana mereka berinteraksi dengan sistem.
  • Memfasilitasi komunikasi antara pengembang dan pengguna.
  • Membantu mengidentifikasi fungsionalitas sistem yang penting.
  • Membantu merencanakan pengembangan sistem.

Contoh dari YouTube


Contoh Buatan Sendiri





Kamis, 02 Januari 2025

PEMODELAN PERANGKAT LUNAK XI RPL 1 (PART 2)

 SDLC (SOFTWARE DEVELOPMENT LIFE CYCLE)


SDLC (Software Development Life Cycle) adalah suatu proses atau rangkaian langkah-langkah yang digunakan dalam pengembangan perangkat lunak, dari perencanaan awal hingga pemeliharaan setelah perangkat lunak selesai dibangun. Tujuan utama SDLC adalah untuk menghasilkan perangkat lunak yang berkualitas, efisien, dan memenuhi kebutuhan pengguna dengan biaya yang optimal. SDLC biasanya melibatkan beberapa tahap yang saling terhubung dan berurutan.

Beberapa tahapan umum dalam SDLC adalah sebagai berikut:

  1. Perencanaan (Planning)
    Pada tahap ini, kebutuhan pengguna dan tujuan proyek ditentukan. Perencanaan mencakup analisis kebutuhan fungsional dan non-fungsional, serta membuat jadwal, anggaran, dan sumber daya yang diperlukan.

  2. Analisis Kebutuhan (Feasibility Study/Requirements Analysis)
    Di sini, analisis mendalam dilakukan untuk memahami dan mendokumentasikan kebutuhan sistem. Tim pengembang akan mengidentifikasi persyaratan teknis, operasional, dan fungsional yang harus dipenuhi oleh perangkat lunak.

  3. Desain Sistem (System Design)
    Berdasarkan persyaratan yang telah dianalisis, desain sistem dilakukan. Desain ini bisa mencakup arsitektur sistem, desain database, antarmuka pengguna, dan detail teknis lainnya. Desain ini memberikan gambaran bagaimana sistem akan bekerja.

  4. Pengembangan (Implementation or Coding)
    Pada tahap ini, pengembang mulai menulis kode untuk membangun aplikasi atau perangkat lunak sesuai dengan desain yang telah disetujui. Ini adalah tahap yang paling teknis dalam SDLC.

  5. Pengujian (Testing)
    Setelah kode selesai, perangkat lunak diuji untuk memastikan bahwa sistem bekerja seperti yang diinginkan, bebas dari bug, dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pengujian bisa meliputi uji fungsional, uji integrasi, uji sistem, dan uji penerimaan pengguna.

  6. Penerapan (Deployment)
    Setelah perangkat lunak lolos pengujian, perangkat lunak siap untuk diterapkan atau dipasang di lingkungan pengguna. Proses ini bisa mencakup instalasi, konfigurasi, dan migrasi data.

  7. Pemeliharaan (Maintenance)
    Setelah perangkat lunak diterapkan, tim pengembang akan melakukan pemeliharaan untuk memperbaiki bug, melakukan pembaruan, dan menyesuaikan sistem dengan perubahan kebutuhan atau teknologi. Pemeliharaan bisa berlangsung selama bertahun-tahun setelah peluncuran.

Terdapat beberapa macam-macam model SDLC yang dapat digunakan dalam pengembangan perangkat lunak, masing-masing dengan pendekatan, kelebihan, dan kekurangan yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa model SDLC yang paling umum:

1. Waterfall Model




Deskripsi: Model Waterfall adalah model pengembangan perangkat lunak yang paling klasik dan berbasis pada pendekatan linier, di mana setiap tahap dalam SDLC diselesaikan satu per satu dan tidak ada tahap yang bisa dilewati. Setiap tahapan harus selesai sepenuhnya sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

Kelebihan:

  • Struktur yang jelas dan teratur: Sangat cocok untuk proyek dengan kebutuhan yang jelas dan tidak berubah.
  • Dokumentasi lengkap: Karena setiap tahap memiliki dokumentasi yang jelas, memudahkan pengawasan dan referensi di masa mendatang.
  • Mudah dipahami: Proses yang berurutan dan sederhana memudahkan pengembang dan stakeholder untuk memahami alur kerja.

Kekurangan:

  • Tidak fleksibel: Tidak bisa mengakomodasi perubahan yang terjadi setelah fase desain dimulai.
  • Risiko tinggi jika ada kesalahan pada tahap awal: Jika ditemukan masalah pada tahap akhir, perbaikan bisa sangat mahal dan memakan waktu.
  • Waktu pengujian terlambat: Pengujian biasanya baru dilakukan setelah pengembangan selesai, yang dapat menyebabkan keterlambatan.

2. V-Model (Verification and Validation Model)




Deskripsi: Model V adalah pengembangan perangkat lunak yang menyerupai model Waterfall, tetapi menekankan pada pengujian paralel dengan tahap pengembangan. Di setiap tahap pengembangan, ada tahap pengujian yang terkait, yang bertujuan untuk memverifikasi dan memvalidasi hasil pengembangan.

Kelebihan:

  • Pengujian lebih dini: Pengujian dilakukan paralel dengan pengembangan, sehingga masalah dapat terdeteksi lebih cepat.
  • Kualitas tinggi: Karena pengujian lebih intensif dilakukan di sepanjang proses, kualitas perangkat lunak biasanya lebih tinggi.
  • Keterbukaan dan transparansi: Tahapan pengujian dan verifikasi jelas, sehingga mudah untuk dipantau.

Kekurangan:

  • Tidak fleksibel terhadap perubahan: Seperti model Waterfall, sulit untuk mengakomodasi perubahan setelah fase desain.
  • Dibutuhkan sumber daya yang banyak: Pengujian paralel yang dilakukan pada setiap tahap dapat menghabiskan banyak waktu dan sumber daya.
  • Tidak cocok untuk proyek yang sangat kompleks atau besar: Jika ada banyak iterasi atau perubahan, model ini akan kurang efisien.

3. Incremental Model




Deskripsi: Model Incremental membagi proyek pengembangan perangkat lunak menjadi beberapa bagian atau "inkremen" yang lebih kecil. Setiap inkremen menyediakan fungsionalitas dasar dan dikembangkan serta disempurnakan secara bertahap seiring berjalannya waktu.

Kelebihan:

  • Fleksibel: Mudah untuk menambahkan fitur baru atau melakukan perubahan berdasarkan umpan balik.
  • Cepat untuk mendapatkan produk fungsional pertama: Pengguna dapat mulai menggunakan sistem dengan fitur dasar lebih cepat.
  • Risiko rendah: Karena dikembangkan secara bertahap, risiko terkait dengan kesalahan bisa lebih terkendali.

Kekurangan:

  • Keterbatasan dalam perencanaan awal: Karena perubahan dapat terus terjadi, perencanaan awal bisa jadi tidak terlalu detail.
  • Pengelolaan proyek lebih rumit: Mengelola inkremen-inkremen yang berbeda bisa menjadi tantangan, terutama dalam proyek besar.
  • Pengujian lebih rumit: Harus ada pengujian untuk setiap inkremen dan integrasi antar inkremen, yang dapat memperumit proses.

4. Spiral Model




Deskripsi: Model Spiral adalah model SDLC yang menggabungkan elemen-elemen dari model Waterfall dan Incremental, tetapi dengan pendekatan yang lebih fleksibel. Pengembangan dilakukan dalam bentuk iterasi atau "putaran" yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi risiko.

Kelebihan:

  • Pendekatan berbasis risiko: Setiap iterasi dimulai dengan analisis risiko, sehingga mengurangi potensi kegagalan.
  • Fleksibel dan adaptif: Dapat mengakomodasi perubahan kebutuhan dan memungkinkan pengembangan perangkat lunak yang lebih dinamis.
  • Ideal untuk proyek besar dan kompleks: Cocok untuk proyek yang membutuhkan perencanaan mendalam dan evaluasi risiko berkelanjutan.

Kekurangan:

  • Proses yang kompleks: Memerlukan pemahaman yang mendalam tentang risiko dan perencanaan yang lebih teliti.
  • Biaya tinggi: Memerlukan waktu dan biaya lebih untuk evaluasi risiko serta pengembangan secara iteratif.
  • Sulit diterapkan untuk proyek kecil: Pendekatan ini lebih cocok untuk proyek besar dan kompleks, bukan untuk proyek kecil atau yang sederhana.

5. Agile Model




Deskripsi: Model Agile adalah pendekatan yang lebih fleksibel dan iteratif, dengan fokus pada kolaborasi antar tim dan respons yang cepat terhadap perubahan. Dalam model ini, perangkat lunak dikembangkan dalam iterasi pendek yang disebut sprint (biasanya 2-4 minggu), dengan tujuan memberikan produk fungsional di akhir setiap iterasi.

Kelebihan:

  • Fleksibilitas tinggi: Mudah beradaptasi dengan perubahan kebutuhan selama pengembangan.
  • Kolaborasi tim yang baik: Agile sangat menekankan pada komunikasi dan kolaborasi antara pengembang, pengguna, dan stakeholder lainnya.
  • Cepat memberikan nilai fungsional: Setiap iterasi menghasilkan produk fungsional yang dapat diuji dan digunakan.

Kekurangan:

  • Kebutuhan dokumentasi yang minim: Bisa menyulitkan jika ada kebutuhan dokumentasi yang rinci.
  • Bisa kurang terstruktur: Proses yang lebih tidak terstruktur bisa menyulitkan pengelolaan proyek besar dengan banyak tim.
  • Pengelolaan lebih sulit untuk tim besar: Manajemen proyek dan koordinasi antar tim bisa menjadi lebih rumit dalam skala besar.

6. DevOps Model




Deskripsi: DevOps adalah pendekatan yang mengintegrasikan tim pengembang (development) dan tim operasional (operations) dalam pengembangan perangkat lunak. Fokusnya adalah pada kolaborasi, otomatisasi, dan penerapan siklus pengembangan yang cepat dan berkelanjutan (CI/CD - Continuous Integration/Continuous Deployment).

Kelebihan:

  • Pengiriman lebih cepat: Otomatisasi dan kolaborasi yang erat memungkinkan rilis perangkat lunak yang lebih cepat dan lebih sering.
  • Peningkatan kualitas: Dengan pengujian otomatis dan pengembangan berkelanjutan, kesalahan dapat ditemukan lebih cepat dan diperbaiki segera.
  • Kolaborasi yang lebih baik: Tim pengembang dan operasional bekerja lebih dekat, meningkatkan pemahaman dan efisiensi.

Kekurangan:

  • Kebutuhan keterampilan teknis yang tinggi: DevOps membutuhkan pengetahuan tentang berbagai alat otomatisasi dan pengelolaan konfigurasi.
  • Investasi awal yang tinggi: Penerapan DevOps membutuhkan investasi dalam alat otomatisasi dan perubahan budaya kerja.
  • Tantangan skalabilitas: Di beberapa perusahaan besar, pengelolaan DevOps bisa menjadi rumit jika tidak dilakukan dengan benar.

7. RAD Model (Rapid Application Development)




Deskripsi: RAD adalah model pengembangan perangkat lunak yang mengutamakan pengembangan aplikasi dalam waktu singkat dengan melibatkan prototyping, umpan balik pengguna, dan alat bantu pengembangan yang cepat.

Kelebihan:

  • Pengembangan lebih cepat: Menggunakan prototyping dan alat bantu otomatisasi untuk mempercepat pengembangan.
  • Mudah diubah sesuai umpan balik: Dengan prototipe yang dapat diuji pengguna, perubahan bisa segera diterapkan.
  • Cocok untuk aplikasi dengan kebutuhan yang jelas dan cepat.

Kekurangan:

  • Keterbatasan skalabilitas: Model ini tidak cocok untuk aplikasi yang besar dan kompleks.
  • Kualitas mungkin kurang: Kecepatan pengembangan dapat menyebabkan kualitas yang kurang optimal.
  • Memerlukan kolaborasi yang intensif dengan pengguna: Agar efektif, pengguna harus terlibat langsung sepanjang proses.

PEMODELAN PERANGKAT LUNAK XI RPL 1

 PEMODELAN PERANGKAT LUNAK (PPL)


Pemodelan perangkat lunak adalah proses untuk merancang dan menggambarkan struktur dan perilaku sistem perangkat lunak menggunakan model atau representasi abstrak. Tujuannya adalah untuk memvisualisasikan, menganalisis, dan mendokumentasikan berbagai aspek sistem sebelum implementasi kode dimulai. Pemodelan ini membantu pengembang perangkat lunak dan pemangku kepentingan lainnya dalam memahami dan memvalidasi desain sistem yang akan dibangun. Ada beberapa aspek penting dalam pemodelan perangkat lunak, antara lain:

  1. Pemodelan Struktur: Menggambarkan bagaimana komponen-komponen perangkat lunak terorganisir, baik dalam hal hubungan antar komponen maupun arsitektur sistem secara keseluruhan. Contohnya adalah diagram kelas dalam pemrograman berorientasi objek (UML - Unified Modeling Language).

  2. Pemodelan Perilaku: Menggambarkan bagaimana sistem atau komponen-komponen di dalamnya berinteraksi dan merespon peristiwa tertentu. Contoh pemodelan perilaku termasuk diagram alur kerja, diagram urutan, dan diagram keadaan.

  3. Pemodelan Data: Fokus pada cara data disimpan, dikelola, dan diproses oleh perangkat lunak. Diagram ER (Entity-Relationship) adalah contoh pemodelan data yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antar entitas dalam basis data.

  4. Pemodelan Proses: Menyusun cara proses atau tugas-tugas dalam perangkat lunak dijalankan, termasuk bagaimana kontrol dan alur informasi bergerak melalui sistem.

Tujuan Pemodelan Perangkat Lunak:

  • Komunikasi yang lebih baik: Membantu pengembang perangkat lunak, desainer, analis sistem, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memiliki gambaran yang lebih jelas tentang sistem.
  • Mengurangi kompleksitas: Pemodelan membantu menyederhanakan sistem yang kompleks dengan menyediakan gambaran tingkat tinggi yang lebih mudah dipahami.
  • Dokumentasi: Memberikan dokumentasi yang diperlukan untuk pengembangan lebih lanjut, pemeliharaan, dan peningkatan sistem.
  • Verifikasi dan validasi: Membantu dalam memastikan bahwa desain sistem yang dibuat memenuhi persyaratan dan tidak memiliki kekurangan yang dapat mengganggu fungsionalitas perangkat lunak.

Alat dan Teknik Pemodelan:

  • UML (Unified Modeling Language): Bahasa pemodelan yang paling populer yang menyediakan berbagai jenis diagram, seperti diagram kelas, diagram use case, diagram urutan, dll.
  • BPMN (Business Process Model and Notation): Digunakan untuk menggambarkan proses bisnis dalam bentuk diagram.
  • DFD (Data Flow Diagram): Digunakan untuk menggambarkan aliran data dan pemrosesannya dalam sistem.

Dalam pengembangan perangkat lunak, terdapat berbagai macam pendekatan atau macam-macam pemodelan tahapan yang digunakan untuk merancang, mengembangkan, dan memelihara sistem perangkat lunak. Setiap pendekatan ini memiliki tahapan-tahapan yang berbeda sesuai dengan metodologi pengembangan perangkat lunak yang diikuti. Berikut adalah beberapa macam pemodelan tahapan yang umum digunakan:

1. Model Waterfall (Model Air Terjun)




Model Waterfall adalah pendekatan pengembangan perangkat lunak yang terdiri dari serangkaian tahapan yang harus diselesaikan secara berurutan. Setiap tahapan menghasilkan dokumentasi atau hasil yang menjadi input untuk tahapan berikutnya. Tahapan dalam model Waterfall biasanya meliputi:

  • Requirement Analysis (Analisis Kebutuhan): Mengumpulkan dan mendokumentasikan kebutuhan pengguna.
  • System Design (Perancangan Sistem): Mendesain sistem berdasarkan spesifikasi kebutuhan.
  • Implementation (Implementasi): Menulis kode dan mengembangkan perangkat lunak.
  • Integration and Testing (Integrasi dan Pengujian): Mengintegrasikan komponen dan menguji perangkat lunak.
  • Deployment (Penyebaran): Meluncurkan perangkat lunak ke lingkungan produksi.
  • Maintenance (Pemeliharaan): Melakukan perawatan dan pembaruan setelah perangkat lunak digunakan.

Kelebihan:

  • Mudah dipahami dan diterapkan untuk proyek dengan kebutuhan yang jelas.
  • Proses yang terstruktur dan dokumentasi yang lengkap.

Kekurangan:

  • Sulit beradaptasi jika kebutuhan berubah setelah tahap awal.
  • Tidak fleksibel dalam merespon perubahan.

2. Model V-Model (Verification and Validation)



Model V-Model adalah variasi dari model Waterfall yang menekankan pada pentingnya verifikasi dan validasi pada setiap tahap. Setiap tahapan pengembangan perangkat lunak disertai dengan tahap pengujian yang terkait.

Tahapan dalam V-Model:

  • Requirement Analysis (Analisis Kebutuhan): Mengidentifikasi kebutuhan sistem.
  • System Design (Perancangan Sistem): Mendesain sistem untuk memenuhi kebutuhan.
  • Implementation (Implementasi): Pengkodean perangkat lunak.
  • Verification (Verifikasi): Pengujian untuk memastikan bahwa setiap bagian perangkat lunak berfungsi sesuai dengan desain.
  • Validation (Validasi): Pengujian untuk memastikan bahwa perangkat lunak memenuhi kebutuhan pengguna.

Kelebihan:

  • Pengujian dilakukan secara paralel dengan pengembangan, yang dapat mengurangi cacat perangkat lunak.
  • Memiliki struktur yang jelas dan cocok untuk proyek dengan kebutuhan yang stabil.

Kekurangan:

  • Sama dengan Waterfall, sulit beradaptasi dengan perubahan kebutuhan.
  • Tidak fleksibel terhadap perubahan desain atau kode.


3. Model Incremental (Model Inkremental)




Model Incremental adalah pendekatan di mana perangkat lunak dibangun secara bertahap, dengan setiap iterasi atau inkremen menambah fungsionalitas baru. Setiap inkremen dapat dianggap sebagai versi yang dapat digunakan dari perangkat lunak.

Tahapan dalam Model Incremental:

  • Planning and Requirements: Menentukan kebutuhan dasar untuk iterasi pertama.
  • System Design: Mendesain arsitektur sistem untuk memenuhi kebutuhan dasar.
  • Implementation: Mengembangkan dan menguji fitur pertama.
  • Iterative Development: Setiap inkremen menambah fungsionalitas baru.
  • Release: Versi sistem yang lebih lengkap siap digunakan.

Kelebihan:

  • Mudah beradaptasi dengan perubahan karena pengembangan dilakukan dalam potongan kecil.
  • Memberikan feedback cepat dari pengguna.

Kekurangan:

  • Pengelolaan proyek yang lebih kompleks karena banyak iterasi yang perlu dikelola.
  • Risiko adanya inkonsistensi di antara inkremen.


4. Model Spiral




Model Spiral menggabungkan elemen dari model Waterfall dan Incremental, tetapi dengan pendekatan yang lebih berfokus pada manajemen risiko. Model ini mencakup perulangan berulang (spiral) yang terdiri dari empat kuadran utama: perencanaan, analisis risiko, pengembangan, dan evaluasi.

Tahapan dalam Model Spiral:

  1. Planning: Merencanakan proyek dan mengidentifikasi tujuan utama.
  2. Risk Analysis: Menganalisis risiko dan mencari solusi.
  3. Engineering: Mendesain dan mengimplementasikan perangkat lunak.
  4. Evaluation: Mengevaluasi kemajuan, menguji, dan menentukan langkah selanjutnya.

Kelebihan:

  • Mengelola risiko dengan lebih baik melalui perulangan yang terus-menerus.
  • Fleksibilitas yang lebih tinggi dalam mengadaptasi perubahan.

Kekurangan:

  • Memerlukan keterampilan tinggi dalam manajemen proyek dan identifikasi risiko.
  • Bisa menjadi mahal dan memerlukan sumber daya yang banyak.


5. Model Agile (Agile Development)




Metodologi Agile mengutamakan iterasi pendek (biasanya 1–4 minggu) dan komunikasi yang terus-menerus antara tim pengembang dan pemangku kepentingan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan perangkat lunak secara cepat dan terus-menerus beradaptasi dengan perubahan kebutuhan.

Tahapan dalam Model Agile (misalnya Scrum):

  • Sprint Planning: Menentukan backlog produk dan tugas yang akan dikerjakan dalam sprint.
  • Design and Development: Mendesain dan mengembangkan fitur dalam waktu singkat.
  • Testing: Melakukan pengujian selama atau setelah sprint.
  • Review and Retrospective: Menilai hasil sprint dan mengidentifikasi perbaikan.
  • Release: Menyebarkan fitur yang selesai.

Kelebihan:

  • Fleksibel terhadap perubahan kebutuhan.
  • Pengiriman fitur dilakukan secara bertahap, memberikan nilai kepada pengguna lebih cepat.
  • Kolaborasi yang baik antara tim pengembang dan pemangku kepentingan.

Kekurangan:

  • Memerlukan komunikasi yang sangat baik antar tim dan pemangku kepentingan.
  • Proyek bisa menjadi tidak terkontrol jika manajemen sprint dan backlog tidak dijaga dengan baik.


6. Model Prototyping




Model Prototyping berfokus pada pembuatan prototipe awal dari perangkat lunak yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan umpan balik dari pengguna. Prototipe ini bisa terus dimodifikasi berdasarkan umpan balik untuk mendekati desain final.

Tahapan dalam Model Prototyping:

  • Requirement Identification: Mengidentifikasi kebutuhan dasar pengguna.
  • Prototyping: Mengembangkan prototipe awal berdasarkan kebutuhan.
  • User Evaluation: Pengguna memberikan umpan balik terhadap prototipe.
  • Iteration: Memperbaiki prototipe berdasarkan umpan balik, hingga sistem final tercapai.

Kelebihan:

  • Umpan balik pengguna diperoleh lebih awal, sehingga perangkat lunak lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
  • Memungkinkan pengembangan lebih cepat untuk sistem dengan kebutuhan yang kurang jelas.

Kekurangan:

  • Prototipe bisa membuat pengguna menganggapnya sebagai produk final, yang dapat menyesatkan.
  • Pengembangan yang terus-menerus bisa memperpanjang durasi proyek.


7. Model DevOps




Model DevOps berfokus pada kolaborasi antara tim pengembang (development) dan tim operasional (operations). Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan pengembangan dan pemeliharaan perangkat lunak secara berkesinambungan dengan otomatisasi untuk pengujian, penerapan, dan pemantauan.

Tahapan dalam Model DevOps:

  • Development: Pengembangan fitur perangkat lunak.
  • Build: Membangun perangkat lunak dan menggabungkan kode.
  • Testing: Pengujian otomatis dan manual untuk memastikan kualitas.
  • Deployment: Penyebaran perangkat lunak ke lingkungan produksi.
  • Monitoring: Pemantauan perangkat lunak untuk mendeteksi masalah.
  • Feedback: Umpan balik dari pengguna untuk perbaikan berkelanjutan.

Kelebihan:

  • Mempercepat waktu untuk merilis perangkat lunak ke produksi.
  • Menjamin kualitas perangkat lunak dengan otomatisasi pengujian dan pengiriman.

Kekurangan:

  • Memerlukan pengetahuan teknis dan infrastruktur yang kuat.
  • Dapat mempengaruhi tim yang belum siap untuk berkolaborasi secara intensif.